TERPESONA DI PUSARAN AMWAS, NEGARA SYAM

08 Maret 2023 08:11 Di tulis oleh Admin Khazanah Islam TERPESONA DI PUSARAN AMWAS, NEGARA SYAM

OLEH : MUHTARUDIN

Guru  Bahasa SMA Islam Madani Nurul Fikri Boarding School, Lembang. Bandung Barat.

Masih terasa, sebelum banyak orang membicarakan, kisah-kisah yang mulanya samar ditelingaku, mulai terang benderang ketika menginjakkan kaki ditempat itu. Tempat yang namanya kini viral dan menjadi buah bibir banyak orang, tempat dimana menjadi saksi sejarah terlahirnya inspirasi awal Social Distancing, Physical Distancing dan Lockdown, namanya dulu masuk dalam salah satu propinsi di Negara Syam (kini Yordania, Palestina, Libanon dan Suriah), kota antara Ramallah dan Baitul Maqdis sekarang, dimana terjadi pada abad ke 7 masehi (639 M) atau tahun 17 H dulu pernah terjadi Wabah Tho’un, dan aku benar-benar baru mengenalnya akhir-akhir  ini, seakan aku masuk dalam lorong waktu dan menjadi saksi hidup saat pilu mendera penduduk Syam, sekitar 250.000 umat muslim gugur sebagai Syuhada akibat wabah tersebut. Amwas…., demikianlah namanya disebut.

Terasa bagaimana pedih dan pilunya Khalifah Umar bin Khattab kala itu, saat hendak kunjungan kenegaraan ke Syam, sang Gubernur sekaligus teman dekatnya Abu Ubaidah ibnu Al Jarrah RA, menemuinya di depan wilayah dan langsung mengabarkan bahwa sedang terjadi Wabah Thoun, dan titik pandeminya ada di daerah Amwas, daerah bebukitan berdekatan dengan tempat paling rendah sedunia yaitu Dead Sea (Laut Mati), wabah dimana para PDP (susspected) nya merasa gatal sekujur tubuh, keluar bisul hitam dan akhirnya mengeluarkan nanah-darah yang begitu sangat menyakitkan, Hasbuna Allah wani’mal wakil, Wallahul Musta’an…..

Akhirnya berbekal hasil urun rempug para shahabat, sang khalifah pun mengambil langkah balik kanan dan kembali ke Madinah, yah… berpindah dari satu taqdir Allah menuju Taqdir Allah lainnya. Sedangkan sang Gubernur saat itu tidak mau turut serta padahal diminta bersamanya ke Madinah, ‘tak  mungkin saya meninggalkan rakyat sendirian dalam keadaan genting seperti ini’ demikian kata-kata sang patriot yang mencintai dan dicintai rakyatnya itu. Suara lantang penuh keyakinan itu seakan kembali terdengar dari sang Gubernur mulia ini, yang pusaranya kini ada dihadapanku, kokoh berdekatan dengan masjid yang tidak pernah sepi memuji Asma-Nya, seakan masih berbisik di telingaku bahwa engkau masih hidup dan selamanya hidup untuk keyakinan yang engkau pegang teguh.

            Pagi itu  cuaca sangat sejuk berawan, sesekali sinar mentari mengirimkan kehangatnnya menemani rombongan siswa program Internasional sekolah, angkatan ketujuh gelombang 1 dalam belajar memeperdalami Al Qur’an dan Bahasa Al Qur’an (B. Arab) di bumi Syam. Seperti negara 4 musim lainnya, setiap Desember – Februari merupakan cuaca yang sangat berbeda dengan negara tropis, pekan kemarin mendung yang diiringi cuaca dingin sampai 6ºC selama 2 hari berturut-turut dan dihari ketiganya turun butiran salju lembut, berkejaran dengan temannya yang lain, kemudian dengan cepat menyelimuti seluruh halaman luar apartemen, mobil-mobil yang diparkiran dan pepohonan di taman yang tinggal batang menjadi hamparan lautan putih. Kota Amman yang begitu tertata, ibu kota Yordania ini menjadi saksi sejarah 90 siswa dan 7 guru pembimbimnya kembali bercengkarama dengan suhu dingin dan hujan salju tahun akhir tahun 2019 dan awal 2020 ini. Tapi pagi ini berbeda dengan pekan lalu, selain cuaca yang lebih hangat, juga karena semua bersiap  belajar secara outing di agenda Rihlah V destinasi ke daerah Ghoor untuk Ziyarah ke Makam para Shahabat Nabi dan Laut legendaris, tempat terendah di dunia yaitu Bahrul Mayyit (Dead Sea).

Bus kuning Kampus Philadelphia University mengantarkanku dan rombongan membelah jalan kota Amman, menuju arah Utara menyusuri likak-likuk jalan pegunungan batu dan perkebunan buah Tin, Tomat dan palawija lainnya, daerah Ghoor memang Green Area-nya Yordan, selain ini lebih banyak suasana batu dan gurun pasir seperti perjalanan Rihlah sebelumnya yaitu ke daerah Petra, Gurun Pasir Wadi Rum dan bersampan ria di Teluk Aqobah yang berbatasan dengan Palestina, Israel, Mesir dan Arab Saudi, juga Amman Citadel, Mudarraj Romawi (Roman Theater), Pasar Rakyat Wasthul Balad. Yang nampak jelas dimanapun kelopak mata ini menatap, pasti ditemukan banyak situs bersejarah disini, Peradaban Kaum Add dan Tsamud (di situs Petra, Kaum Nabatian), Romawy-Byzantium, Persia, Yunani, Islamy, Yahudy dan Kristen lengkap dan masih terawat dengan baik, maka sangat layak negara ini mendapat julukan sebagai ‘Mathaf Maftuh’ (Museum terbuka) yang bisa kita pelajari sampai sekarang. 

Termasuk dalam wawasan tentang Wabah dan solusinya, aku temukan ada di daerah ini. Sebelum aku kenal Covid -19 yang epicentrum-nya dari Wuhan, China, aku belajar langsung dari Dokterr Zaid Ramadhan, dokter di RS Istiqlal, sekaligus beliau bertugas visit peserta kegiatan ini di apartemen, dalam Talkshow itu beliau mengungkapkan pada tahun 2018 sudah ditemukan Virus Corona di Arab Saudi, virus ini menyebar dari dan ke Hewan (Unta) dan di akhir 2019 ada 20 Urduny (Orang Jordan) yang terjangkit virus ini dan berhasil disembuhkan dengan metode Isolasi (Lockdown). Tetapi berbeda dengan Covid-19 karena penyebarannya dari hewan yang haram dikonsumsi (Kelelawar, Ular berbisa dan Tikus), tetapi penanganannya persis sama, imbuhnya menguatkan bahwa solusi kedokteran Islam sudah cukup menjawab  fenomena ala mini kini dan yang akan datang.

 Penyuluhan Kesehatan itu, masih terngiang jelas di telingaku, perjalanan menuju makam para shahabat Nabi terdampak wabah Tho’un Amwas tak terasa sudah 20 menit, ada 3 makam dengan kekhasan masing-masing, menjadi cerminan bagi kita bahwa Tawakkal dan Ikhtiar merupakan titik ekuilibrium seorang muslim, ikhtiar perlu optimal, Adapun hasil dari ikhtiar adalah Tadqir-Nya yang hasilnya tentu kita Tawakal-kan  hanya kepada-Nya.   

a.     Pusara Shahabat Dhirar Bin Azwar Bin Malik Al Asadi RA.

Pusaramu kembali mengingatkanku pada wabah Tho’un Amwas 13 abad lalu, kampung ini diberi nama sesuai namamu, Kampung Dhirar, Wilayah Ghoor. Seorang milyarder Mekkah, yang punya ribuan Unta merah (satuannya seharga Lamborghini sekarang) tapi kemudian kau tinggalkan untuk turut berhijrah bersama Nabiyullah Muhammad Saw, mencari ridho-Nya selama hidupmu, sampai engkau dido’akan Nabi ‘Alangkah beruntungnya transaksimu, Ya Dhirar’ berbisnis langsung dengan Sang Maha Kaya, tidak akan merugi.

Juga terbayang jelas di pelupuk mataku ini, alangkah besar keberanianmu saat Ikrimah bin Abi Jahal berseru ‘Siapakah yang mau berjanji untuk mati?’ saat perang berkecamuk, engkaulah Dhirar yang pertama kali berdiri menantang rasa takut mati untuk membela agama-Nya. Kini pusaramu didepan mataku, terbujur mulia dengan nisan yang tertutup kain hijau penutup makam, dan yang luar biasanya keluar dari lubang kecil pusaramu wangi aroma minyak misik, yang menurut penjaga kunci makam, wangi ini tidak dibuat-buat dan sedari awal pembangunan makammu sudah tercium wangi ini. Masya Allah…. engkau kembali menyapaku bahwa kematian adalah gerbang kehidupan abadi selanjutnya, termasuk wafat karena wabah Thoun Amwas ini.

b.     Terpukau di pusara Syurahbil Bin Hasanah.

Setelah ziyarah pertama, rombonogan tibalah aku di pusaran kedua suspected Wabah Thoun Amwas, kali ini Shahabat Nabi bernama Syurahbil Bin Hasanah, termasuk salah satu juru tulis Rasulullah ke Ailia dan komander pasukan Muslim ke Syam. Shahabat nabi yang sangat mencitai dan menghormati ibunya, sehingga nasabnya pun dinisbatkan ke ibumu. Makam ditengah-tengah kebun Zaitun dan Tin yang hijau ranau menambah syahdu lokasi ini, seperti juga makam shabat Nabi lainnya, pasti selalu kutemukan Musholla didekatnya. Katanya sebagai upaya pelestarian dan penjagaan situs sejarah Islam, tidak ditemukan banyak security guide, hanya 1 orang juru kunci yang ramah menyambut di depan gerbang dan Mushollah langsung ramai dengan para makmum saat waktu Shalat tiba. Sederhana system penjagaannya tidak seperti makam elit di negeri yang lain.

      Berbekal skemata pengetahuan sebelumnya tentang Syurahbil yang sangat berbakti pada ibunya, aku langsung beranjak ke tempat wudhu, dan membiarkan pembimbing lain menterjemahkan pemaparan Guide tentang Hikmah Shahabat nabi yang mulia ini, selesai Wudhu langsung masuk kedalam Musholla dengan ornamen khas Jordan, Mihrab dengan hiasan kaligrafi cokelat, hambal karpet khas tenunan Arab Baduy, menambah syahdu sujudku pada-Nya. Ya… Rab… jutaan mil kutempuh dari titik terjauh, negara timur paling timur, Bandung-Jabar-Indonesia, dari titik itulah aku terbang ke tempat ini, Bumi yang diberkahi Allah, selamatkanlah keluarga kami, bangsa kami dari belenggu wabah dan kejahilan ilmu dan amal, muliakanlah ibuku, ibu dari anak-anakku, dan para ibu anak-anak Indonesia, ampunilah dosa-dosanya, dan kuatkanlah mereka, merekalah para soko guru generasi penerus bangsa masa depan, jadikanlah anak-anak ku dan anak-anak Indonesia  yang lebih mandiri dan cerdas. Amin… Ya Rab… teriakku dalam sujud panjang shalat Dhuha di musholla Syurahbil ini. Semoga tetesan air mata ini, menjadi saksi hanya kepada-Mu lah aku berserah dan berharap.

Detik-detik curhat kepada-Nya, merajuk untuk diakui layak menjadi pengikut rasul-Nya, dan husnul khatimah ketika ajal menjemput, menjadi keasyikan tersendiri di titik hijau ini, setelah selesai pemaparan, seperti biasa untuk mengabadikan dalam dokumentasi dan setelah itu ke tempat yang ketiga. 

 

c.     Terpesona di Pusara Gubernur Syam, Abu Ubaidah Ibnu Al Jarrah

Pusaramu berdiri kokoh, masjidnya pun lebih ramai pengunjung orang yang ingin shalat dan memuliakan asma-Nya, bus Philadelplhia ini parkir di pinggir jalan protocol, terpampang megah nama besarmu ‘Abu Ubaidah Ibnu Al Jarrah’. Sang Gubernur Syam ternama, Shahabat Nabi senior yang pernah memimpin berbagai peperangan penaklukan Islam ke berbagai negara sampai Entokia dan Syam, dan diakhir hayatnya, lebih memilih tinggal di Syam bersama rakyat yang dipimpinnya, padahal sudah diajak khalifah Umar bin Khattab ke Madinah untuk evakuasi, tapi memilih takdir lain, untuk mengevakuasi para ODP dan  PDP bahkan mungkin OTG wabah Thoun Amwas kala itu.

Wabah yang sangat memilukan hati bagi yang tidak ridho dengan Takdir Tuhan, tapi menjadi pelebur dosa dan setara dengan Syahid bagi yang yakin dengan Taqdir-Nya, Ikhtiar tetap maskimal dilakukan, sampai engkau menemui ke-Syahid-an, 2 Gubernur sepeninggalmu juga ditaqdirkan-Nya Syahid karena wabah ganas ini yaitu Muadz bin Jabal dan Yazid bin Abu Sufyan, juga Shabat senior Suhail Bin Amir, bukan hanya berpangku tangan tentunya, karena ketika ada wabah di suatu negeri maka penduduk setempat dilarang keluar dari tempat itu, dan orang luar tidak diperbolehkan masuk mengunjunginya.

Terbayang kembali di titik ini sebanyak 250.000 warga Syam membutuhkan evakuasi cepat, mungkin sebaran rumah sakit dan alat perlindungan diri (APD) belum secanggih dan selengkap sekarang, bagaimana sibuknya para tenaga medis kala itu men-treatment para ODP, menguburkan para PDP yang wafat jumlah banyak…. Masya Allah … sungguh luar biasa, tetapi engkau tidak canggung menolong para wagra mu dengan APD seadanya mungkin, bahkan terbayang bagaimana kisruhnya warga yang belum terjangkit wabah untuk menyelamatkan diri tanpa banyak agenda yang tidak penting, perdebatan Masjid kosong-isi, sekolah dengan pembelajaran Daring, work from home dan dampak lainnya yang sangat mungkin terjadi kala itu, alangkah sibuknya dirimu, di depan pusaramu aku terpesona, termenung mengenang masa itu, engkau yang bergelar Aminul Ummah (Bendahara Umat) yang sangat terpercaya dan kuat, kini jasad di pusara bersejarahmu hidup dipelupuk mataku, Kembali hidup menceritakan itu semua, Rabbana Maa Kholaqta Hadza Bathila, Subhanka Faqina ‘Adzabannar. 

Sampai akhirnya Allah takdirkan amanah gubernur dialamatkan kepada Amr bin Al Ash, Kemudian menegaskan bahwa wabah ini tak ayalnya seperti kobaran api yang akan melahap kayu bakar sekelilingnya dengan cepat, maka supaya bisa memotong arus penyebarannya, larilah kalian ke bukit-bukit, gunuung-gunung dan tempat-tempat lainnya, janganlah berkerumun, karena jika tidak ada lagi kayu bakar yang dilahap, maka jalur api ini akan padam dengan sendirinya. Syariat agama berupa Social Distancing, Physical distancing dan Lockdown telah diberlakukan sedari abad ke 7, bukan seperti wabah Black Death di Eropa pada abad ke 14 sampai terdata kurang lebih 75.000.000 orang korban meninggal akibat wabah ini, mungkin waktu itu media social belum menjamur seperti sekarang, padahal berselang 7 abad setelahnya.

Sungguh … Amwas ini menjadi saksi sejarah yang sangat masih hidup di tengah-tengah kehidupan kita, Tawakkal dan ikhtiar bukan sekedar utopia, wabah datang bisa jadi akan serupa, namun penangannya ternyata sudah diatur dalam ajaran Islam yang sangat rasional dan komprehensif, Covid-19 abad 20 ini membuat aku tertegun kembali, bilakah kejayaan umat Kembali jaya segera setelah Allah mengujinya? Bilamakah Amwas ini di cloning ke berbagai titik terdampak Covid-19 ini sehingga bisa segera bangkit dari keterpurukan dampaknya? Bilakah warga Indonesia segera recovery pasca wabah dan lebih dekat dengan ajaran agamanya? Sehingga pasca wabah ini Allah menjadikan kita layak menjadi negara yang gemah ripah Loh Jinawi, toto tentrem kerto raharjo. Semoga.     

 

Lembang, Bandung Barat, 12 Mei 2020 M.